Nasionalisme Penyebab Runtuhnya Khilafah Pemersatu Umat Islam
Sekitar 14 abad yang lalu, telah berdiri sebuah Negara adidaya yang
menjadikan aqidah Islam sebagai landasan berdirinya. Sebuah Negara yang mampu
menyatukan manusia dalam bingkai ukhuwah atas dasar aqidah, yakni aqidah Islam.
Itulah Daulah Islam (Negara Islam), yang diproklamirkan oleh Rasulullah SAW di
Madinah Al-Munawarah yang kemudian diteruskan oleh para penerus estafet
kepemimpinan kepala Negara tersebut dimulai dari masa Khulafaur Rasyidin hingga
berakhir pada masa Khilafah Ustmani pada tanggal 3 maret 1924 silam.
Sejak runtuhnya institusi Khilafah pada 1924 itulah yang mengakibatkan umat
Islam yang berjumlah 1,57 milyard hidup dengan kondisi terkotak-kotak atas
nama nation-stateatau Negara bangsa. Akibatnya, tiap-tiap
individu umat Islam tidak saling menyatu baik dalam perasaan, pemikiran maupun
system/aturan, sehingga lenyaplah kehidupan Islam yang berlandaskan atas aqidah
dan syariah Islam di dalam kehidupan mereka dalam bermasyarakat.
Antara
Aqidah Islam dan Nasionalisme
Islam adalah sebuah agama yang terdiri atas aqidah dan syariah.
Aqidah sebagai dasar atas berfikir serta syariah Islam sebagai sebuah system
hidup sekaligus sebagai sebuah system hidup. Mahmud Syalthut menyatakan,
"Di dalam Islam, akidah adalah landasan pokok (al-ashl) yang membangun
syariat. Syariat refleksi aqidah. Oleh karena itu, tidak ada syariat tanpa
keberadaan akidah. Tidak ada penerapan syariat Islam kecuali di bawah naungan
akidah Islamiyyah. Sebab, syariat tanpa dilandasi akidah seperti bangunan tanpa
dasar."
Kalimat Tauhid, Laa ilaha illa Allah,
Muhammaddarasulullahadalah kalimat yang mengikat Umat Islam satu
sama lain. Aqidah inilah yang menyebabkan meleburnya sahabat Abu Bakar yang
Arab dengan Salman yang berasal dari Persia dengan Bilal yang orang Ethiopia
dengan Shuhaib yang berasal dari bangsa Romawi. Tidak ada ikatan lain selain
daripada ikatan aqidah pada waktu itu yang menjadi pengikat antar sahabat di
masa Rasulullah dan umat setelahnya hingga sebelum Khilafah Ustmani runtuh,
bukan pula ikatan kesukuan atau etnis, termasuk bukan pula ikatan Nasionalisme.
Nasionalisme menurut Hans Kohn diartikan sebagai "keadaan pada
individu yang dalam pikirannya merasa bahwa pengabdian paling tinggi adalah
untuk bangsa dan tanah air". Nasionalisme sesungguhnya ide absurd, tidak
mengandung suatu pengertian yang pasti, yang muncul dari hawa nafsu egoisme
jahiliah semata.
Nasionalisme bukan ide yang layak untuk membangkitkan umat manusia. Sebab
dalam suatu kebangkitan, diperlukan suatu pemikiran yang menyeluruh (fikrah
kulliyah) tentang kehidupan, alam semesta, dan manusia, serta pemikiran
tertentu tentang kehidupan untuk memecahkan problem kehidupan (Taqiyuddin An
Nabhani, 1953).
Nasionalisme
Penyebab hancurnya Khilafah
Apa hubungan antara nasionalisme dan kehancuran Khilafah? Menurut Ahmad
Zain dan Najah MA, paham nasionalisme diyakini merupakan penyebab utama
runtuhnya Khilafah Utsmaniyah. Mengutip pakar sejarah Mahmud Syakir dalam buku
Târîkh Islâm Dawlah Utsmaniyah, Najah menyebutkan bahwa sarana untuk
menghancurkan kekuatan pemerintahan Islam di Turki waktu itu adalah dengan
menghidupkan paham nasionalisme.
Mungkin hal yang terpenting adalah kelompok yang bergerak untuk
menyebarkan paham nasionalisme, mereka tidak mempunyai gerakan yang berarti
untuk meruntuhkan Daulah Islamiyah kecuali dengan "menyebarkan paham
nasionalisme". Oleh karena itu, mereka bekerja keras untuk mencapai tujuan
tersebut. Ternyata paham nasionalisme tersebut merupakan unsur terpenting di
dalam melemahkan kekuatan Daulah Islamiyah, karena umat Islam, dengan
nasionalisme, akan tercerai-berai, saling berselisih; masing-masing ingin
bergabung dengan suku dan kelompoknya, ingin melepaskan diri dari kekuasaan
Daulah. Cukuplah dengan gerakan untuk memisahkan diri tersebut akan
terkotak-kotaklah kekuatan umat. Dengan demikian, Daulah akan melemah dan
terputus jaringannya dan akhirnya ambruk. Begitulah yang terjadi. (Mahmud
Syakir, Târîkh Islâm, Al-Maktab Islami, 1991 M, VIII/122).
Bermula dari munculnya berbagai propaganda ke arah nasionalisme yang
dipelopori oleh Partai Persatuan dan Pengembangan, mereka memulai gerakannya
dengan men-Turki-kan Daulah Utsmaniah di Turki. Untuk menopang dakwahnya ini,
mereka menjadikan serigala (sesembahan bangsa Turki sebelum datangnya Islam)
sebagai syiar dari gerakannya tersebut. (Muhammad Muhammad Husain,Ittijâhât Wathaniyah, II.85)
Partai yang dipimpin oleh Ahmad Ridha dan berpusat di Paris ini juga
berusaha menyebarkan rasa permusuhan terhadap bangsa Arab, di antaranya dengan
adanya usaha untuk mencopot Kementerian Wakaf, Kementerian Dalam Negeri, dan
Kementerian Luar Negeri, yang waktu itu dipegang oleh orang-orang Arab, untuk
diganti dengan orang Turki. Mereka juga berusaha membatasi keistimewaan yang diberikan
Utsmaniah hanya kepada bangsa Turki saja. (Muwafiq Bani Marjah, Sulthan Abdul Hamid dan Khilafah Utsmaniah, hlm. 174)
Gerakan
itu membuat bangsa Arab berang. Akibatnya, dalam waktu singkat bermunculan
gerakan "fanatisme Arab" dan dengan cepat menyebar di seluruh wilayah
pemerintahan Utsmaniah, seperti di Mesir, Syam, Irak, dan Hijaz.
Bermula
dari pelataran bumi Syam, fanatisme ini berkembang dan membesar ke berbagai
negara. Fanatisme ini bertujuan untuk menumbangkan Khilafah Utsmaniah yang
dipegang oleh orang Turki. Lebih ironis lagi, fanatisme ini dikendalikan oleh
orang-orang Nasrani Libanon, yang telah terbina dalam pendidikan Barat. Di
antara para tokohnya adalah Faris Namir dan Ibrahim Yasji. Gerakan fanatisme
Arab ini didorong lebih jauh lagi oleh Negib Azoury, seorang Kristen pegawai
pemerintahan Utsmani di Palestina. Ia berhasil menerbitkan buku Le Revell de la Nation Arabe. Di dalam bukunya
tersebut, ia mengutarakan gagasannya untuk membuat suatu Arab empire yang mempunyai batas-batas alami, yaitu:
Lembah Eufrat dan Tigris, Lautan India, Terusan Suez, dan Lautan Tengah.
Gagasan ini jelas akan mendorong lebih cepat terciptanya separatisme wilayah
Arab dari kekuasaan Turki Utsmani. (Azyumardi Azra, Islam dan Negara: Eksperimen dalam Masa Modern)
Pada
tahun 1914-1918 pecah Perang Dunia I; kesempatan bagi bangsa-bangsa Arab untuk
memisahkan diri dari Khilafah Utsmaniah. Mereka ingin mendirikan "Khilafah
Arabiyah" sebagai tandingannya. Kesempatan ini tidak disia-siakan Inggris
untuk menghancurkan kekuatan Islam.
Eropa
mengerti betul bahwa perpecahan antara Arab dan Turki mengakibatkan kekuatan
Islam lemah, sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh Muhammad Abduh:
Sesungguhnya
bangsa Arab mampu mendepak orang-orang Turki dari kursi Kekhalifahan. Akan tetapi,
bangsa Turki tidak rela begitu saja. Apalagi waktu itu bangsa Turki mempunyai
kekuatan militer yang tidak dimiliki oleh pihak lain. Dengannya mereka akan
menyerang dan membunuh bangsa Arab. Maka jika kedua kekuatan itu melemah,
Eropalah yang menjadi kuat. Mereka sudah lama menunggu antara pertarungan umat
Islam tersebut, kemudian berusaha untuk menguasai kedua bangsa tersebut atau
salah satunya yang terlemah. Padahal waktu itu bangsa Arab dan bangsa Turki
merupakan bangsa yang terkuat di dalam tubuh umat Islam. Oleh karenanya, akibat
dari pertarungan kedua bangsa itu, jelas akan kekuatan Islam menjadi lemah
sekaligus merupakan jalan pintas meunuju kehancurannya. (Dr. Muhammad
Imarah, Al-Jam‘iyah al-Islâmiyyah wa al-Fikrah al-Qawmiyyah,
Dar asyu-Syuruq, 1414-1994, hlm. 53, 54).
Mengetahui
yang demikian, diutuslah "Lorence", spionis Inggris didikan Yahudi,
yang dikemudian hari dikenal dengan "Lorence Arab". Setelah
mempersiapkan segala sesuatunya, akhirnya Revolusi Arab berhasil menghantam
kekuatan Khilafah Utsmaniah di Turki, tentunya di bawah bimbingan dan arahan
Lorence Arab ini.
Tentara-tentara
Arab berkumpul dan bersatu dengan kekuatan-kekuatan asing. Jauh hari sebelum
persekongkolan untuk menghancurkan Khilafah Utsmaniah itu dilakukan, Inggris
telah menjanjikan Syarif Husain, pembesar Makkah waktu itu, bahwa jika Khalifah
Utsmaniah jatuh maka Syarif Husain akan menjadi khalifah pengganti.
Namun
kenyataannya, setelah rencana itu berhasil dan perang telah usai, Inggris
mengingkari janji itu. Dua perwakilan yang diundang Syarif Husain dalam acara
penyerahan kekuasaan yang diadakan di Jeddah tak hadir. Bahkan pada waktu itu
Inggris membuka rahasia yang selama ini disimpan, yakni ternyata tiga negara
besar (Inggris, Prancis dan Rusia) telah berkolusi untuk membagi wilayah
Khilafah Utsmaniah di antara mereka. Pada waktu itu juga, Musthafa Kemal telah
berhasil merebut tampuk kepemimpinan dari keluarga Utsmaniah. Tampaknya hal itu
telah direncanakan jauh sebelumnya, yaitu ketika ia memimpin gerakan Kamaliyun,
yang melakukan aktivitasnya di bawah tanah. Gerakan ini mendapat dukungan penuh
dari gerakan Masuniah Internasional. (Dr. Jamal Abdul Hadi,Al-Mujtama‘ al-Islâmi al-Mu‘âshir, Al-Wafa’, I/59).
Puncaknya,
pada Konferensi Luzone akhirnya Musthafa Kemal menerima 4 syarat yang diajukan
Inggris untuk mengakui kekuasaan barunya di Turki. Keempat syarat itu adalah:
1.
Menghapus
sistem Khilafah;
2.
Mengasingkan
keluarga Utsmaniah di luar perbatasan;
3.
Memproklamirkan
berdirinya negara sekular;
4.
Pembekuan
hak milik dan harta milik keluarga Utsmaniah. (Mahmud Syakir, Târîkh al-Islâm,
VIII/233).
Setelah
enam abad memimpin dunia, membela kemuliaan Islam dan umatnya, "The Old
Sick-Man" akhirnya tumbang. Runtuh bukan karena serangan dari musuh-musuh
luar, tetapi di tangan putra-putranya sendiri. Setelah keruntuhan benteng
terakhir umat Islam itu, bangsa Arab sadar, bahwa mereka telah terkecoh rayuan
Inggris dan secara tidak sadar ikut andil di dalam meruntuhkan Khilafah
Utsmaniyah. Namun, mereka tidak mampu berbuat apa-apa lagi.
Tersebarnya
Hadist Palsu
Ada satu
cara lagi yang digunakan oleh kaum kuffar pada waktu itu untuk semakin memecah
belah umat Islam, namun tetap mengikatnya dalam ikatan bathil nasionalisme,
yakni dengan membuat dan menyebarkan hadist yang sampai sekarang sangat
familiar di masyarakat kita. Yakni hadist yang berbunyi :
حُبُّ الْوَطَنِ مِنَ الإِيْمَانِ
Artinya,
"Cinta tanah air termasuk iman".
Ungkapan
“hubbul wathon minal iman” (cinta tanah air sebagian dari iman) memang sering
dianggap hadits Nabi SAW oleh para tokoh nasionalis, mubaligh, dan juga da’i
yang kurang mendalami hadits dan ilmu hadits. Tujuannya adalah untuk
menancapkan paham nasionalisme dan patriotisme dengan dalil-dalil agama agar
lebih mantap diyakini umat Islam.
Syaikh
albani ketika ditanya tentang matan hadist ini beliau berkata, “Dan maknanya
tidak benar. Sebab cinta negeri sama halnya cinta jiwa dan harta; seseorang
tidak terpuji dengan sebab mencintainya lantaran itu sudah tabiat manusia.
Bukankah anda melihat bahwa seluruh manusia berperan serta dalam kecintaan ini,
baik dia kafir maupun mukmin!”
Ketika
ditanya kenapa hadist palsu ini bisa tersebar, maka Al-Hafizh asy-Syaukani
berkata, “Para ahli sejarah telah meremehkan dalam mengutarakan hadits-hadits
bathil seputar keutamaan negeri, lebih-lebih negeri mereka sendiri. Mereka
sangat meremehkan sekali, sampai-sampai menyebutkan hadits palsu dan tidak
memperingatkannya, sebagaimana dilakukan oleh Ibnu Dabi’ dalam Tarikhnya yang
berjudul “Qurrotul Uyun bi Akhbaril Yaman Al-Maimun” dan kitab lainnya yang
berjudul “Bughyatul Mustafid bi Akhbar Madinah Zabid” padahal beliau termasuk
ahli hadits. Maka hendaknya seorang mewaspadai dari keyakinan ini atau
meriwayatkannya, karena kedustaan dalam masalah ini sudah menyebar dan melampui
batas. Semua itu sebabnya adalah fithrah manusia untuk cintah tanah air dan
kampung halamannya”.
Itulah
racun dari ide kufur Nasionalisme. Sebuah ide yang mampu meluluhlantakan
institusi umat Islam yang bernama Khilafah Islamiyyah. Satu-satunya institusi
pelaksana syariah Islam secara kaffah, yang menyatukan umat menjadi umat yang
satu.
Rabb (Tuhan) kita satu yaitu Allah SWT
Umat
Islam hanya mempercayai satu Tuhan yang mencipta alam semesta ini.Tuhan yang
wajib disembah, diagungkan dan ditaati perintahnya dan dijauhi larangannya, dan
hanya kepadanya mereka menggantungkan segala urusan. Tuhan yang Maha Esa yaitu
Allah SWT. Allah SWT berfirman:
Katakanlah,
"Dialah Allah, Yang Maha Esa". (QS. Al-Ikhlas [112] : 1)
Allah
adalah Ilah yang bergantung kepada-Nya segala urusan.(QS. Al-Ikhlas [112] : 2)
Kitab
kita satu yakni Al Qur’an
Umat
Islam mempercayai Al Qur'an sebagai pedoman hidup, yang mengatur seluruh urusan
mereka. Didalamnya terdapat hukum-hukum yang menyelesaikan segala urusan.Oleh
karena itu apabila terjadi perselisihan diantara mereka, maka mereka kembalikan
kepada Al Quran untuk mendapatkan penyelesaian masalahnya. Dan mereka akan
menerima keputusan itu dengan penuh kerelaan. Allah SWT berfirman:
وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيدًا عَلَيْهِمْ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيدًا عَلَى هَؤُلَاءِ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
(Dan
ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi
atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi
saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al
Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar
gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (QS. An-Nahl [16] : 89)
Nabi
kita satu yakni Muhammad SAW
Apa
yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya
bagimu maka tinggalkanlah; dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
sangat keras hukuman-Nya. (QS.
Al-Hashr [59] : 7)
Qiblat
kita satu yaitu Ka'bah Baitullah
Umat
Islam menjadikan Ka'bah sebagai kiblat yang menyatukan hati-hati mereka. Semua
umat Islam menghadap ke kiblat ketika mengerja kan shalat sebagai ibadah yang
paling utama dalam Islam. Di manapun mereka berada,mereka harus menghadapkan
wajahnya ke arah ka'bah baitullah yang suci. Dan pada setiap musim haji umat
Islam dari berbagai penjuru dunia berbondong-bondong mendatangi tempat ini
untuk menyambut seruan Allah kepada mereka dengan melakukan ibadah haji. Dan bagi
mereka yang tidak mendatangi tempat ini karena tidak ada biaya dapat
mengerjakan shalat 'Ied di tempat mereka masing-masing dengan menghadap ke
tempat yang sama sebagai ungkapan kebersamaan. Allah SWT berfirman yang
artinya:
Dan
(ingatlah) ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah
(dengan mengatakan), "Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan
Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf,dan orang-orang
yang beribadat dan orang-orang yang ruku' dan sujud. (QS. Al-Hajj [22] : 26)
Dan
berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang
kepadamudengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari
segenap penjuru yang jauh. (QS.
Al-Hajj [22] : 27)
Kepemimpinan
kita juga satu yakni Khilafah
“Islam
menjadikan kaum muslimin sebagai umat yang satu, menyatukan mereka dalam satu
negara, memberikan satu imam bagi mereka guna memerintah negara yang satu dan
umat yang satu tersebut, yang bertugas menegakkan Islam dan mengendalikan berbagai
urusannya dalam batas-batas yang ditetapkan oleh Islam.” (Dr. Abdul Qodir
Audah, Al Islam wa Audho’unaa As Siyaasiyah, hal. 278,
Muassasah Ar Risalah, 1981)
Semoga
umat semakin sadar bahwa penyebab tercerai-berainya umat ini adalah disebabkan
oleh paham bathil yang bernama nasionalisme, sehingga umat akan semakin
mencampakan ide tersebut dan kembali menjadikan aqidah Islam sebagai landasan
dalam membentuk sebuah ikatan, yakni aqidah Islam. Dan berjuang sungguh-sungguh
agar Khilafah bisa tegak kembali. Karena tiada kemuliaan tanpa Islam. Tak
sempurna Islam tanpa syariah. Takkan tegak secara kaffah syariah Islam tanpa
adanya daulah Khilafah. Namun, takkan tegak daulah Khilafah tanpa adanya
dakwah. Dakwah ideologis yang berjuangan untuk menegakan kembali daulah
Khilafah Islam agar kehidupan Islam bisa terwujud kembali. Wallahu a‘lam bi ash-shawab []
0 comment:
Posting Komentar