Perintah Takwa dan Kondisinya Ditengah Ummat
Akhir tahun ini kita menyaksikan mayoritas masyarakat Indonesia
mengadakan perayaan natal dan tahun baru.
Dan pada malam hari ini juga, gelegar tahun baruan menjadi ajang yang
spektakuler dilakukan diberbagai wilayah di Indonesia. Hingga tentunya di daerah ibu kota
Jakarta. Masyarakat terlihat antusias
dalam merayakan event tahunan tersebut.
Bahkan rela menghabiskan uang, tenaga, bahkan waktunya hanya untuk
mengisi waktu-waktu malam mereka dengan aktivitas untuk menyambut tahun baru
masehi itu.
Namun, dari rutinitas tahunan yang dilakukan ummat Islam saat ini menjadi sebuah pertanyaan besar mengenai letak ketaqwaan yang setiap hari disampaikan pada khutbah Jum’at yang berbunyi :
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ
إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah
sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS Ali
Imran 102)
Artinya Allah SWT sudah
memerintahkan ummat Islam untuk senantiasa melakukan takwa. Dalam rujukan dalil yang lain, Rasulullah SAW
bersabda :
عَنْ
أَبِي ذَرّ جُنْدُبْ بْنِ جُنَادَةَ وَأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ مُعَاذ بْن جَبَلٍ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
: اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ
تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ [رواه الترمذي وقال حديث حسن
وفي بعض النسخ حسن صحيح]
Lafadz “Ittaqillaha haitsuma kunta” ini
diartikan sebagai “bertakwallah kepada Allah SWT dimanapun kalian berada”. Yang artinya menjadi takwa, keta’atan kepada
Allah SWT itu dilakukan dimanapun kita ada di dunia ini. Baik itu di dalam masjid, di pasar, di jalan,
dan sebagainya. Sehingga menjadikan
ummat Islam memiliki konsekuensi untuk mengetahui hukum Allah SWT tentang apa
yang dia lakukan dan perbuat dalam sehari-hari.
Dalam konteks tradisi perayaan natal dan tahun
baru, harus bagi ummat Islam ini mengetahui mengenai hukum Allah SWT tentang
kedua hal tersebut dan menta’ati segala perintah dan larangan-Nya. Layaknya shahabat Rasulullah SAW yang
senantiasa mencari tahu hukum Allah SWT tentang sebuah perkara atau
tindakan. Mengenai hal ini, para
shahabat senantiasa bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai suatu hal. Pernah suatu ketika ada shahabat yang
bertanya mengenai hukum pengebirian, maka Rasulullah SAW menjelaskan kepadanya,
“bukan golonganku orang yang melakukan pengibirian dan yang mengebiri”, selain
itu, ada juga shahabat yang bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai kebolehan
bertapa, Rasul menjawab “Bertapanya seorang muslim adalah seseorang yang duduk
untuk menunggu waktu shalat”, dan juga pertanyaan shahabat lainnya.
Hal di atas menunjukkan keaktifan para shahabat
Rasulullah SAW dalam menjaga ketakwaannya di mana saja. Selain itu, para shahabat juga mena’ati
segala jawaban baik itu berupa perintah dan larangan terhadap perkara yang
ditanyakan. Pertanyaannya adalah sejauh
mana masyarakat ummat Islam kini terhadap keterikatan terhadap perintah takwa
tersebut ?
Sejauh ini, kita mengetahui bahwa banyak sekali
kendala di tubuh masyarakat yang berpenduduk mayoritas muslim di Indonesia
dalam perkara takwa. Karena konsekuensi
takwa ini tidak lain meninggalkan seluruh perkara yang dilarang Allah SWT dan
menjalankan seluruh perkara yang diperintahkan-Nya. Baik itu berupa tradisi, kebiasaan, dan
sebagainya. Karena itu, penting bagi
kita memahami bahwa perintah takwa ini tidak lain menjadikan مقياس
الأعمال (ukuran
perbuatan) itu adalah atas dasar perintah dan larangan Allah SWT. Akan tetapi ditengah-tengah masyarakat muslim
di Indonesia khususnya banyak kendala dan halangan terhadap perubahan ukuran
perbuatan tersebut.
Pertama, mengenai ukuran perbuatan yang
disandarkan pada tradisi di masyarakat.
Seperti halnya perayaan 1 suro dengan memutari benteng, tradisi injak
telur di pernikahan, hingga perayaan tahun baru. Banyak mungkin yang berasalan di masyarakat
bahwa “Ini sudah tradisi”. Dan bukan
hanya satu atau dua orang, mungkin banyak diantara kita atau saudara-saudara
kita yang mengatakan demikian. Hal ini
sejalan dengan apa yang Allah SWT jelaskan sebagai berikut.
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنزَلَ اللّهُ قَالُواْ
بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءنَا أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لاَ
يَعْقِلُونَ شَيْئاً وَلاَ يَهْتَدُونَ
Dan
apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan
Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa
yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah
mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui
suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?".(QS.Al Baqarah : 170 )
Kedua,
banyak diantara masyarakat juga berdalih dengan perasaan baik dan buruk. Maksudnya, ketentuan baik dan buruk ini
ditentukan dari hawa nafsu dan perasaan dia.
Selain itu, kecenderungan ia melakukan atau tidak tergantung
situasi. Bila mayoritas itu melakukan,
maka ia lakukan. Bila tidak, maka
tidak. Karena bila ia tidak mengikuti
kondisi/situasi tersebut ia akan dikucilkan, disepelekan, dan sebagainya.
Yang
ketiga, dan ini paling banyak di tengah masyarakat adalah alasan/argumentasi dengan
dalih manfaat. Bertahannya bank-bank
ribawi, tempat pelacuran, pabrik miras, dan sebagainya ini karena ada dalih
kuat berupa manfaat. Dan manfaat ini
tidak lain adalah adanya uang dibalik itu semua. Bukan hanya itu, perkara selebriti juga
demikian. Mengapa mereka mau melakukan
adegan yang tidak diridhai Allah SWT ? Mengapa banyak dari mereka melakukan
ikhtilat dalam adegan ? dan sebagainya. Padahal
itu semua sudah jelas dilarang oleh Allah SWT.
Begitu juga dengan pejabat di negeri ini. Seakan apa yang mereka lakukan itu
dikendalikan oleh manfaat. Lagi-lagi
uang. Kebijakan, undang-undang, dan
perkara pemerintahan lainnya tidak lain dikendalikan oleh uang saat ini.
Padahal
kalo kita berpikir, banyak kalangan kaya raya, seperti artis dunia Robbin
Williams misalnya, di terbukti bunuh diri pada akhir hayatnya. Whitney Houston juga demikian. Dia terbukti mengonsumsi narkoba jenis kokain
yang membuat tubuhnya menjadi rusak dan akhirnya meninggal. Dan selebriti-selebriti lainnya.
Oleh
karena itu, Saudara para pembaca artikel ini, sudah saatnya kita menyadari
pentingnya mengikat perbuatan kita kepada hukum syara’. Karena sungguh, dibalik hukum syara’ itu
pasti ada manfaat dan kebaikan. Karena kita
hanyalah ciptaan Allah SWT yang diperintahkan untuk senantiasa ta’at kepada-Nya
dimanapun kita berada. Wallaahu a’lam
0 comment:
Posting Komentar